Check out the Latest Articles:

Kamis, 27 Mei 2010

Bismillaah
Sesungguhnya identitas kita sebagai muslim tidaklah bertentangan dengan fitrah, yakni merasa cinta kepada tanah air yang kita menisbatkan diri kepadanya. Tidak pula bertentangan dengan keinginan untuk kebaikan negeri kita tersebut. Bahkan seorang muslim adalah nasionalis sejati, bukan dalam arti fanatik terhadap kewarga negaraannya, namun dalam makna dia menghendaki kebaikan dan kebahagiaan negaranya di dunia dan di akhirat dengan merealisasikan syari'at Islam, pembinaan aqidah serta menyelamatkan seluruh warga dari siksa neraka. Allah subhanahu wata’ala berfirman mengisahkan seorang mukmin keluarga Fir’aun,
(Musa berkata),"Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir'aun berkata, "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar". Dan orang yang beriman itu berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu.” (QS. al-Mukmin:29-30)

Bismillaah
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tumbal adalah sesuatu yang digunakan untuk menolak penyakit dan sebagainya, atau tolak bala. Sedangkan sajen merupakan makanan atau bunga-bungaan dan sebagainya yang disajikan kepada orang (makhluk) halus dan semisalnya.

Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yang telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam.

Sesajen merupakan warisan buda-ya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul.

Rabu, 12 Mei 2010

Bismillaah
 “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Rabbmu". Mereka menjawab, "Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (keesaan Rabb)". Atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah menyekutukan Ilah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang yang sesat dahulu". (QS. 7:172-173)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kebanyakan orang yang terjerumus ke dalam kesyirikan disebabkan oleh dua hal dan secara otomatis dia telah melanggar perjanjian, ikrar dan persaksiannya sendiri terhadap keesaan Allah, dua hal tersebut adalah:
  • Jahil dan lalai terhadap tauhid dan syirik
  • Taqlid buta pada adat istiadat dan kebiasaan nenek moyang.
Permasalahan syirik bukanlah perkara yang remeh, sebab kelurusan seseorang dalam bertauhid dan beraqidah menjadi jaminan bagi keselamatannya di dunia dan akhirat. Apabila tauhid seseorang melenceng dari standar Al-Qur'an dan As-sunnah, maka pasti dia terjerumus pada kesyirikan.